Selasa, 18 Maret 2014

PILEH LOM

Ketika Perjalanan menuju salah satu desa di Kabupaten Benar Meriah sangat melelahkan. Karena jalanya berkelok-kelok dan naik turun. Lantas saya bertanya kepada seseorang,  berapa jauh lagi desa yang kita tuju itu, ia menjawab: "Sekilo lagi, Bang, ikuti jalan ini terus saja!"


Pertanyaan sama ditanyakan lagi, setelah berjalan kaki lebih empat kilometer.  Bertanya dengan bahasa lain,  mereka menjawab dengan istilah lain juga:   "sekitar sebatang rokok lagi, Bang, . . ." Maksud Bapak tua tadi, perjalanan ini bila kita bakar rokok 'kretek' dan kita hisap, habis sebatang rokok sampai desa yang dituju. Tapi, ternyata setelah habis satu bungkus rokok, setelah mebelok ke kiri  dan ke kanan juga belum sampai ketujuan, bahkan belum ada tanda-tanda sampai  ke desa ini. 


Mungkin dalam pemahaman orang dikampung,  sekilo meter itu mungkin 10 kilometer dalam pengertian orang sekolahan.  Sedangkan sebatang rokok, mungkin kalau rokoknya tidak dihisap dibakar saja. Tapi rokok sudah habis sebungkus, perjalanan sudah lebih 10 kilo meter. Namun jalan menuju kampung yang kami tuju juga belum kelihatan.


Artinya, orang yang tinggal didaerah pedalam seperti dodaerah pergunungan, lebih tegar hidupnya dibandingkan dengan kita. Sederhana saja tiorinya, 10 km lebih kita berjalan, begi mereka disini masih hitungan satu kilo meter mereka. Kita menyebutkan lelah dalam perjalanan, begi mereka biasa-biasa saja. 


Suatu ketika, ke Jakarta dalam acara pertemuan dengan pengurus NU, menginap di Hotel Brobudur. Acara pertemuan tinggal 30 menit lagi, pilihan yang tepat memakai jasa taxi. "Kira-kira berapa jarak ke jalan Keramata Raya kantor NU, Mas. Dekat Pak, sekitar 15 atau 20 km," jawab Jono supir taxi.

Sejak keluar dari hotel jalannya dua jalur,  setelah berjalan 20 menit, saya bertanya  lagi;  masih  jauh, luman Mas kata subir serius.

Perasaan semakin tidak terkendali, karena sudah 50 menit perjalanan tanda-tanda sampai ketujuan belum kelihatan. Berarti pertemuan sudah dimulai 20 menit yang lalu, biasanya pertemuan membahas tentang silabus pengkaderan menghabiskan waktu sekitar  1,5 jam. Supaya tidak bosan, si supir taxi menyetel radio menyiarkan tentang adanya demontrasi dibundaran HI.  Mas,  jalan kita ke kramat dialihkan, karena ada demontrasi tentang tuntutan naik upah buruh. "Terserah si Mas ajalah", jawab saya sedikit kesal. Seperti juga membayangkan peritiwa tiga bulan lalu perjalan di daerah Kabupaten Benar Beuriah di Aceh.

Perjalanan sudah lebih satu jam, tujuan yang dituju belum sampai. Sekitar 25 kemudian, taxi memasuki gedung yang dituju.  Kata Satpam. Acara sudah bubar 35 menit lalu Pak.

Tapi saya tidak menyalahkan siapa-siapa, sebab dalam perjalan tadi saya bicara banyak dengan supir taxi. Kata supir taxi saya salah menanyakan kepada supir pada awal saya memasuki ke dalam mobil itu. Memang ya, yang saya tanya bersapa jauh ke kantor NU. Seharusnya
harus kita tanya berapa lama  perjalanan dari Hotel Brobudur ke Kantor NU.

"Kami di Jakarta tidak bisa lagi memprekdeksi. Kadang-kadang jarak 10 Km bisa menghabiskan agro taxsi 2 sampiai 3 jam. Atau sebaliknya, 40 km meter hanya menempuh  perjalanan sekitar 25 menit. Jakarta ini angin-anginan Mas," cerita sang supir taxi dengan gaya seperti orang memaparkan makalah kepada saya yang duduk dibangku belakang.

Ternyata, logikan cara berpikir masyarakat di daerah pedalaman Benar Meriah sama seperti masyarakat  dimetropolitan Jakarta. Hanya yang membedakan, soal higar bingarnya. Kalau di Benar Meriah suara bermacam binatan buas bergemuruh sangat besar sepanjang hari, sehingga  kedengar dari lubuk-lubuk hutan tempat marga satwa beristirahat.

Di Jakarta deru mesin kenderaan dan industri membuat bising. Namun soal ketepatan waktu antara Benar Meriah dengan di Jakarta sama-sama mengunakan 'jam karet'. Kalau kita berjanji sebentar lagi, berarti bisa tiga atau empat jam kemudian baru bisa ketemu.

Hal yang hampir sama, yang lalin. Ketika taxi melewati Halte diseputaran Tegu Patung Tani didaerah Senen, supir menceritakan, bagaimana seorang wanita menyupiri mobil dipagi hari  menabrak mati  sembilan orang sekaligus ditempat itu. Mendengar cerita itu, terbanyang kepada Pak Tua di Benar Meriah, katanya waktu konplik bersenjata daerah ini tidak ada yang berani melewati. Karena Gerombolan GAM dari Aceh Utara melewati desa Rambong sampai ke Desa Samarkirang sana.

Ketika kontak senjata antara GAM denga TNI/Polisi banyak sekali jutuh koraban. Bahkan bau busuk bangkai manusia berbulan-bula didalam rimba dibawah jalan sana tercium sangat menyenyatkan. Dan, kakek Tua itu mencerita anak dan cucunya korban kekerasan tidak tau siapa yang membunuhnya. Berati beda dengan di Halte Tengu Tani jelas siapa yang menabraknya.

Dari jarak sekita sekilo dari kami berjalan kaki, kelihatan ada dua batu nisan yang berjejer dipinggi jalan. Disana tertulis.
Batu  nisan pertama tertulis: ttd NENEK KAMI.
Nisan kedua; ttd SUAMI KAMI.


Membaca kata-kata dibawah tertanda (ttd) itu, bulu kuduk merinding,  sebab ada nama yang dipahat tak begitu jelas lagi.  Apakah ini ada unsur sengaja atau tidak untuk menghilang jejak para syuhada ini, wallahuaklam bisaawab. Namun kata-kata 'Nenek Kami' dan 'Suami Kami'  masih jelas dapat dibaca. Berarti dari konplik itu yang selamat para isteri dan cucu mereka.

Namun utuk menelusuri dimana alamat para isteri dan cucu mereka sangat sulit. "Ngak usah dipikir Pak. Ini peristiwa sudah berlalu," kata Pak Tua memecahkan kesunyian ditengah hutan pinus diantara kayu besar lainnya.

Selagi terbanyang pertiwa cerita Pak Tua di Benar Meriah dan Supir Taxi di Jakrta, tibab-tiba bunyi pangilan dari hanpon (HP) dari seorang teman yang juga kader yang pernah ikut latihan pendidikan politik. "Siapa caleg yang kita pilih Pada Pemilu ini, Pak," tanya seorang teman dari Kepulauan Snabang sana.
"Rencana maupilih siapa," tanya saya.
"Belum jelas Bang," jawabnya lagi.
"Pemilu lalu kamu pilih siapa," tanya saya.
"Pemilu lalu, saya balu ikut pilih Gubernur Pak," jawabnya.
"Siapa Gubernur yang kamu pilih kemaren," tanya saya mendesak.
"Ini kan rahasia saya, Pak," singkat jawabnya dengan nada tinggi, sambil Kawan ketawa terbahak-bahak, sambil keluar kata-kata dalam mulutnya: Pileh Lom...!!!
Bek Sampe Salah Pileh . . .!!!

Senin, 10 Maret 2014

Posko Dan Politik Neon

Pemilihan umum (Pemilu) legislatif  2014 tinggal menghitung hari, menuju  9 April 2014 mendatang.  Maka setiap partai politik, baik lokal maupun nasional, hampir dapat dipastikan disetiap kecamatan di Aceh pada khusnya dan Indonesia pada umumnya sudah membentuk dan mendirikan Posko sebagai  pusat informasi  bagi pendukungnya. Termasuk juga bagi Caleg yang diusung oleh masing-masing Partai Politik, sangat aktif memanfaatkan fasilitas pada posko bernuansa politik itu.
Begitu pun dengan Wak Leh Caleg dari salah satu Partai Lokal.  Hampir setiap pertemuan dengan pendukungnya  bertemu di balai posko kecamatan.   Seperti juga diketahui dua hari lalu, Partai lokal itu yang mengusung Wak Leh meresmikan Posko baru  pada kecamatan didaerah pedalaman kabupaten ini.  Pada acara peresmian itu, turut berbicara beberapa orang tokoh dan kader politik partai poliik lokal yang menyakini pada Pemilu ini akan meraih suara terbanyak.