Jumat, 28 Juni 2013

Jangan Biarkan Bunga Layu


Andaikan mekar bunga itu dibiarkan layu.
Andaikan bunga mawar didepan sekolahku juga layu
Andaikan bunga-bunga dikebunku juga layu
Tentulah sangkumbang hitam menabur serbuknya
Tentulah para kumbang berterbangan membuka tangkai sarinya
Akankah kumbang-kumbang memberikan hijabnya untuk buah sari mawar yang berduri

Andaikan bunga melati pun ikut layu
Mungkin kembang hitam pun tak kuasa menabur serbuk sarinya
Andaikan bunga kemboja tak lagi harum diwaktu senja
Mungkin kembang hitam pun ikut menabur sarinya
Andaikan bunga bunga teratai mulai harum diwaktu malam
Pastilah sang kumbang hitam pun mulai berpaling kebunga teratai

Bunga... oh bunga
Bunga engkau elok bak berlian didahi ratu raja
Bunga kata kumbang mahkota baginya




                                                       Bireuen, Juli 2006

P . E . L . A . N . G . I


Aku tak yakin kaki langit bertemu di atas laut biru itu
Mata juga memanadang rel kereta api bersatu diujung sana
Jalan aspal berhohocmix itupun bergelombang bagai kan air terjun
Aku yakin ini adalah peristiiwa tanpa ujud

Mungkinkah gunung itu mulus seperti kita lihat dari kejauhan
Adalah sangat mengerikan jurang-jurang kedalaman gunung itu
Ketika kita keluar dari gunung itu goresan pun terlihat
Pagi itu pagi yang cerah menyinari gunung nan jauh di kota

Mentari yang terik memancar menembus cahaya dedaun 
Mentari pagi itupun tembus kerelung-relung jantung rimba gunung ini
Cahaya mentaripun berkilau pelangi susah utk disebut warnanya
Pelangi itu indah.

                                            Banda Aceh, Januari 2010

SENGKO ATAU LELE


Engkot Sengko nama salah satu jenis  ikan dalam bahasa Aceh. Sedangkan dalam bahasa Indonesia dinamai Ikan Lele. Tapi kalau hanya disebut sengko saja, maka maknanya bisa ganda. Antara ikan itu dengan penyakit angin dalam perut manusia alias penyakit busung,  juga sebut sengko.

Bagi ibu-ibu yang tinggal dipedalaman Aceh, sakit maag juga disebut sengko. Sakit lever juga disebut sengko. Begtiu juga dengan sakit perut busung. orang Aceh,  juga sengko dalam bahsa Aceh.  Penyakit itu  secara darurat , pertolongan pertama yang dilakukan kaum ibu di Gampong-gampong (Desa)  adalah mencari pucuk daun merah jarak (daun lawah) dicampur dengan getah asli batang lawah itu, kemudian diaduk sampai mengental lalu dioleskan  ke  perut yang mengalami sengko itu. 

Selasa, 25 Juni 2013

KOPI ULEE KARENG


Yang suka kopi pekat bisa mencoba kopi kiriman dari sobat saya Mas Edwin. Kopi Aceh bisa dinikmati di kedai2 kopi yang bertebaran hingga pulau Sabang sebuah kultur yang juga melekat di masyarat Melayu dan Cina dengan kopi Tiam (Singapura) dan Kopi O (Malaysia).
Indonesia terutama Aceh adalah produsen kopi yang kaya tersebar dari pegunungan Gayo (Arabica), Ulee Kareng (Robusta) selain kopi dari kawasan Mandheling, Lintong (Sumatra Utara), hingga Pagar Alam (Sumatera Selatan). Sayangnya, nama kopi Gayo sudah dicayut namanya oleh pengusaha Belanda dan sekarang belum ada kelanjutan tindakan dari pemerintah RI mengenai hal ini.

Senin, 24 Juni 2013

KOPI PAGI


Hari ini seperti hari-hari kemarin.
Secangkir kopi hitam bergumulan asap putih sangat kontras.
Bibirku bergetar ketika kurapatkan kecangkir kristal ini.
Pelan-pelan mengalir kekorongkonganku melalui bibir delima ini
Tak ada kata lain kecuali nikmatnya kopi dipagi ini.
Terimakasih bidadariku  peracik kopi hitam menjadi nikmat

Pagi ini udarapun sangat bersahabat.
Mentari sudah segalah  terasa masih dingin
Kehangatan kopi membuat suasana semakin ceria nanindah
Itulah kopi pagi




                                       Bengkupi, 22 Desember 2010

Kamis, 20 Juni 2013

ADIK AIDIL...


Wajahnya mirip Aidil
Bibirnya mirib bibir ibunya
Matanya tajam bagaikan mata elang.
Hidungnya tak mirip siapa pun kecuali alis matanya lentik halus sekali
Namanya belum jelas

Usianyapun baru semingu
Ibunya terus menangis memangil nama papanya
Ia lahir prematur tapi sudah tumbuh gigi susu
Aidil nama abangnya

AIDIL......


Namaku Aidil.
Aku anak jalanan tanpa identitas.
Demi cinta aku jadi korban orang tuaku.
Aku penasaran tentang diriku
Akankah aku bersatu sepeti mereka,
Katanya aku korban cita terlarang.

Aidil pangilan ku
Aku warisan sang raja darah biru ibuku.
Tapi kini aku terhina dari sisi keluargaku.
Tak peduli sipakah ibu bapaku.
Aku bagaikan bunga layu tak berkembang.

Selasa, 18 Juni 2013

Anggota DPRD Kampungan


Rupanya Wak Leh pada Pemilu 2009 lalu, terpilih sebagai anggota legislatif (DPRD) salah satu kabupaten di Aceh. Masyarakat pendukung pada umunya adalah para tokoh pemuda kelas bawah. Wak Leh setelah Tsunami di Aceh baru pulang dari Jakarta, pada saat konflik dan Darurat Militer (DM) ia hijrah ke ibukota.


Sekembali dari Jakatra, ia bekerja sebagai salah seorang tenaga lapangan pada sebuah NGO/LSM. Maka bila disebut nama Wak Leh, hampir semua desa mengenalnya sebagai pekerja sosial dalam masyarakat.

Sabtu, 15 Juni 2013

Ibukota Propinsi Aceh, Perlukah Dipindahkan


Kondisi Geologi Kota Banda Aceh (Sumber : Master Plan NAD-NIAS)
Kalangan pejabat di Aceh mengusulkan perlunya pemindahan Ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dari Banda Aceh ke tempat lain. Selain karena pertimbangan tingkat kerawanan gempa juga faktor sejarah. Konon pemindahan ibukota itu sudah diwacanakan tokoh pejuang Aceh sejak awal kemerdekaan RI 1945. Tapi kalangan pakar masih berbeda pendapat.

Jumat, 14 Juni 2013

MERAH PUTIH


Lima tahun sudah berlalu.
Diujung barat negeri ini  sejarah pun  bersaksi
Inrasional menjadi rasional
Yang benar menjadi salah
Yang  salah tetap juga salah

Martabak Ayah......


Kalau ditanya mana asli martabak ayah, saya tidak berani fonis, saya yakin mereka itu bermula dari satu guru dan ada hubungan keluarga, sehingga tidak ada satu orang pun berani klem martabak ayah yang asli. Kecuali itu yang berani klem asli atau tidak atau enak atau tidak adalah para pembeli itu sendiri. Namun saya udah beberapakali anak saya suruh beli yang sebelah kiri arah masuk. Tapi sebelah kanan ada juga merek martabak ayah.

W. A. L. E. T


Menjelang senja  kicauan pun  terdengar 
Semakin makin malam semakin indah nyanyian senja
Kegaduhan alunan  suaranya bagaikan dihutan belantara
Kumpulan awan tak kelihatan lagi,
Suara kecaun terus merdendang.
Sumber Gambar Google 

C. A. N. D. E. N


Ibarat bunga desa,
Ia tumbuh mekar bagaikan mawar berduri,
Banyak kumbang desa terkecoh dengan semerbak harumnya,
Tak goyah  gonjang ganjing isunya,

"Kotak Hitam" Daging Busuk


Enam bulan lebih tidak ke Jakarta. Ketika dalam pesawat Lion Air, penerbagan siang ke ibukota, tidak tarnsit di Medan. Sekitar satu setengah jam penerbangan. Seorang bule yang duduk dibangku belakang. Berdiri menghapus-hapus tetesan air yang jatuh dari bagasi. Sesekali sang bule yang duduk dibelakang, ketawa dengan suara kecil sesama enam temannya yang duduk dua deretan kursi bersama mereka. 

I... B... U...?


Ibu ........
Ibu, andaikan aku boleh memilih bersamamu
Mungkin aku akan mengantarkan mu sampai kesyurgamu
Mungkin aku terkujur kaku bersamamu
Karenamu aku mengenal dunia ini
Tanpamu aku belum mengenal diriku ini.

Ibu,......
Ibu, enkau cermin hidupku
Enkau tempat curhatan cinta kasihku
Enkau juga selalu membelaiku manakala aku gelisah
Enkau juga selalu menjadi sugesti bagi hudupku
Andaikan enkau masih bersamaku selalu nasehatimu kuterima dengan terbuka

N E G E R I K U B E R S I N A R


Dalam membangun sebuah negeri
Kita harus berpacu
Semangat meterial dan spritual
Semakin cepat semakin hikmat

Kusemai langkah bersama paduan alam
Yang bersahabat
Kutoleh ke utara disana ada laut
Dan berbagai jenis ikan

M e s j i d - T u a


Beurandeh nama desaku.
Mesjid tua disudut desa selalu penuh.
Menjelang shalat jumat selalu dikumandangkan  dua kali azan.
Sambil memegang tongkat, ayat dan hadis meluncur dimulut khatib muda itu.

Isi khutbahnyapun membicarakan syurga dan neraka. 
Isu gosip, fitnah, dan intrik politik bukan topik nasihat khutbah mereka.
Jamaahnya lebih banyak anak muda dari pada orang tua.
Tak ada jamaah wanita.

Suasana dingin berhembus kedalam mesjid dari aliran sungai dikaki Masjid tua itu.
Kesan mewah terpancar dalam bentuk arsitek  kuno,
Tidak ada geseran celengan dalam shaf shalat jumaat itu,
Sebelum bubaran shalat ada salawatan
Tidak ada kilafiah soal ibadah.

Itulah Masjid tua di desa ku

Matang Gelumpang Dua, 10 Mei 2009.

"PANG BAYAK" SANG CUW'AK


Ini kisah pada zaman kerajaan raja-raja  Aceh tempoe doeloe. Karena tuntutan zaman revolusi penjajahan meletus, kekuasaan dan wibawa sang raja mulai terusik. Akibatnya, rakyat pun mulai buka mulut menuntut perlakuan keadilan terhadap mereka sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan. Begitulah sang waktu berjalan begitu cepat. Lalu, Indonesia pun merdeka, sehinga kenangan dinasti "Raja-Raja" hanya tinggal sebagai catatan sejarah bangsa Indonesia. 

Dari sekelumit catatan, tersebutlah  seorang aktor pelaku pahlawan bermental  tempe pada zaman kerajaan Aceh tempoe doeloe. Namanya ialah PANG BAYAK. Bila seseorang telah diberikan gelar cuw'ak, integritas kepribadiannya mulai diragukan.

K o t a SERIBU H a r i m a u


Katanya, harimau itu tidak berani masuk kota
kata, harimau kota itu milik manusia
katanya, juga harimau zaman dulu 'kurengnya' sangat jelas jika  dipandang dengan mata
katanya,  pula harimau diera orde baru giginya masih rincing-runcing dan tajam pula
katanya, harimau dulu 'ngaumnya' bergema seantero nangroe dengan tatapan matanya penuh wibawa
katanya, harimau itu raja di tahta hutan yang penuh intrik politik dengan hukum rimbanya

Manajemen "Koh Oek"


Peristiwa tsunami di Aceh  memporak poranda negeri yang penuh tata krama yang sarat dengan adat lokal. Ibukota Aceh, Banda Aceh luluh lanta ditelan ombak tsunami. Infrastruktur dan bangunan bertingkat hancur berkeping2. Begitu juga nyawa menusia tak kurang dari 500 ribu orang hilang begitu saja. Akankah budaya nenek moyang mereka juga ikut terseret arus tsunami.


 Pertanyaan semacam ini terus muncul dalam benak setiap orang jika dibandingkan  peristiwa tsunami dengan kenyataan saat sekarang.  Dima desa2 diseputar kota yang terkena tsunami kini kembali bersinar menata wajah kotanya. Misalnya kemarin, dikawasan penayong Banda Aceh, saya menyempatkan diri  berbincang2 dengan beberapa orang penjualan koran, buah2an, tukang perbaiku sepatu rusak,  dan juga sempat berbincang2 dengan Si Ahong  tukang  bengkel sepeda motor roda dua berketurunan WNI Cina, sudah sejak lahir 23 tahun lalu tinggal di kawasan peunayong itu. Yang lebih asyik lagi ketika saya menyempatkan diri ke kedai Bang Dirman, yaitu tetanga saya yang sudah lama berprofesi tukang Koh Oek alias tukang pangkas.

L A N C O K..........?


Lancok nama desanya.
Merah warna keberaniannya.
Ulee Gajah lambang kebesaranya.
Kekeluargaan gaya hidupnya.
Bandeng ikan kegemarannya.

Lancok diutara juang
Lautan samudera batas dinding mereka
Kekerasan bukan lagi budaya meraka.
Kemakmuran dambaan semua mereka.
Keiklasan bukti perjuangan mereka.

Lancok oh lancok.
Engkau desa tertua bagi mereka
Desa yang dulu pernah jaya
Engkau simbul bagi deerah juang kita.
Enkau juga  maniak bola kita,
Lancok pangilan akrap kita.

      
                                            Kuala, 7 Januari 2006,

PLAH TRIENG....!!!


Plah trieng bahasa indato orang Atjeh. BELAH BAMBU  bahasa Indonesianya. Bagi generasi muda sekarang umumnya pekerjaan ini tidak pernah disaksikan. Apa lagi kalau bagi anak-anak  yang lahir dan besar dikota. 

Tetapi kalau pertanyaan yang sama kita tujukan kepada Abdullah Puteh (mantan gubernur Aceh), Pak Irwandi Yusuf (Mantan Gubernur yang juga mantan kombatan GAM), Pak Prof Syamsuddin Mahmud (mantan Gubernur Aceh). Tgk Malek Mahmud (Wali Nangroe Atjeh sekarang), Muzakir Manaf alias Mualem wakil Gubernur Aceh sekarang, atau Bung Surya Paloh Ketua Umum Partai NasDem di Jakarta, dan beberapa tokoh lain yang rata-rata sudah berusia di atas 50 tahun, dan latar belakang kehidupannya dipedalaman Aceh, budaya dan peristiwa Plah trieng tetap bisa dikenang dan dengan gampang diceritakan pada generasi muda sekarang.


Pertanyaan dari generasi sekarang, kenapa dan untuk apa bambu itu dibelah?  Jawabannya sedehana saja.
sekitar tahun 1970 sampai 1980-an lalu,  mungkin rentang waktu masyarakat pingiran kota mulai tertarik menata perkarangan halaman rumah dan perkebunan mereka memagar dengan kawat duri, atau beton, atau beton dari batu bata. Sehingga kelihatan pagar perkarangan rumah dan kebun mereka indah dan menarik. 

Begitulah tuntutan zaman, masyarakat mulai mengikuti arus kemajuan zaman  moderen. Akibatnya budaya masyarakat pingir kota, dulunya pagar rumah dan perkarangan perkebunan sudah mulai secara pelan-pelan ditinggalkan  budaya pagar yang terbuat dari bambu yang dibelah empat atau delapan.

Pekerjaan membelah bambu tidak lah mudah. Apa lagi mencari bambu dalam semak-semak rerempunannya membutuhkan perjuangan yang cukup berat, sehinga bagi pekerja membelah dan mencari batang bambu membutuhkan perjuangan berat dan bisa tergores sebagaian tubuh yang membuat sang pencari bambu itu berdarah-darah. 

Riwayat BENGKUPI: Dulu dan Sekarang



Ini cerita dulu

Dahulu kala, yang waktunya tak terpastikan, di Aceh, khususnya di Kabupaten Bireuen, terdapat begitu banyak bank (baca; beng), terletak di sudut-sudut gampoeng atau di wilayah perkotaan. Kala itu, setiap gampoeng, pasti memiliki minimal satu beng.
Beng yang dimaksud bukan nama beng yang kita kenal seperti sekarang ini; sebagai tempat simpan pinjam uang. Dahulu, baik warung, kios, toko, atau tempat-tempat jajanan lain dikenal dengan beng.
Disebut beng, karena di tempat itu berlangsung segala macam transaksi, tapi bukan jual beli. Di beng, orang saling bekerjasama sama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari, baik kebutuan pokok rumah tangga, dan kebutuhan lainnya, baik skunder maupun tersier. Transaksi itu tidak berbentuk jual beli seperti sekarang ini, melainkan dengan cara barter.

Misalnya, Anda butuh segelas kopi, saya butuh sebambu beras. Saya akan menyedikan segelas kopi, dan Anda memberikan saya sebambu beras. Begitulah perumpamaannya. Dan semua itu berlangsung di beng, salah satunya beng kupi.


Kamis, 13 Juni 2013

Politisi Kampungan



Setiap anggota DPR, baik tingkat daerah dan pusat. Setiap tahun ada saja kunjungan ke daerah-daerah. Seperti yang dialami Pak Usman. Kali ini ia mendapat jatah melakukan kunjunagan kerja selama seminggu (7 hari) penuh. Sepulang dari perjalanan. Sesampainya dirumah, bercerita kepada isterinya tentang perjalanan dinas luar kota.

Kali ini, perjalanan jauh dan capek. Katanya, kalau bukan karena tugas dinas mungkin Ayah ngak kan ikut kunjungan ini. Isterinya yang lulusan S1 bidang Pendidikan salah satu Perguruan Tinggi Swasta, senyum kecil sambil menganguk-anguk kepala. Berarti Isterinya juga sependapat dengan pendangan Pak Usman. Namun, Ibu Hendon isti Pak Usman ini, terus membolak balik isi kopor besar yang dibawa pulang dari kunjungan kerja sang suami tercintanya itu.

Jumat, 07 Juni 2013

KUDA HITAM



Kuda hitam mengandung makna ganda. Di dunia olahraga, tim kuda hitam julukan untuk tim tangguh yang diperhitungkan tampil sebagai juara. Di dunia politik, kuda hitam dianggap sebagai sosok alternatif yang diyakini mampu mengemban aspirasi rakyat serta menjadi harapan masyarakat untuk memperbaiki keadaan.
Akibatnya, ‘kuda hitam’ ini sering menjadi sumber pemberitaan pers, diburu dan mendapat tempat istimewa di kalangan jurnalis. 

Panjat Pinang......!!!


panjat pinang [taufanwijaya.wordpress.com]
[quote]Oleh Mustafa A Glanggang[/quote]
MULUTNYA komat-kamit, seperti orang membaca mantra. Di depanya lalu lalang beragam jenis kendaraan, termasuk mobil mewah. Ketika suara azan Ashar berkumandang barulah mulutnya berhenti. Si penguyah sirih campur pinang dibelah empat itu namanya Kak Tihawa. Bibirnya merah bagaikan delima.

"Let Rusa dan Meu Awe........."


berburu rusa di hutan

Let rusa bahasa Aceh, populernya berburu rusa. Sedangkan meu awe perkerjaan mencari rotan. Kedua-duanya lokasi tetap masuk hutan keluar hutan. Bagi sebagian masyarakat, budaya let rusa sudah menjadi tradisi, dagingnya untuk dikonsumsi dan tanduknya menjadi hiasan dinding. Sedangkan meu awe bagian dari mata pencaharian para penduduk daerah tertentu.

Tarek Pukat........


tarik tambang
MASIH ingat Syeh Lah Banguna? Dialah Syeh Seudati yang menciptakan sekaligus mempopulerkan lagu dan tarian tarek pukat. Tiap pementasan, baik di tingkat nasional maupun internasional, Syeh mampu membuat penonton terhipnotis, bahkan kadang-kadang histeris.

Aksi panggung Syeh Lah mengundang decak kagum. Pasalnya, sambil memetik jari memukul dada, dia sangat atraktif berlenggak-lenggok di atas panggung. Dengan penuh semangat ia dendangkan berbagai jenis syair lagu Aceh.
Begitulah tiba-tiba, Syeh Lah Banguna berteriak di atas panggung sambil mengangkat tangkuloknya dengan tangan kanan melambai-lambai penonton. Dengan suara kerasnya, berteriak; rendokkkk… rendokkk…! Rendok artinya ke kanan…ke kanan…ke kanan.

Kamis, 06 Juni 2013

"KHITTAH"



Katika Gus Dur menyebut kata itu, ia tidak bermaksud meberikan "kartu merah" kepada "pemain" yang melangar aturan dalam sebuah "pertandingan". Sebab, pada era tahun 1980-an semua permainan harus merujuk kepada titah penguasa era itu. Ketegasan Gus Dur alias KH Abdurrahman Wahid sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PB-NU) dilapangan kebijakannya sangat jelas, yaitu kembali ke KHITTAH agar permainan tidak terjadi free kick. Khittah bahasa Arab. Indonesianya adalah GARIS
Pembatasan ruang gerak, bukan hanya berlaku pada permainan olahraga saja. Seperti lapangan bola kaki yang berbentuk empat segi mempunyai garis-garis yang mebatasi rung gerak para pemainnya, dengan ukuran 100 X 80 meter. Lapangan volly bal 6 X 12 meter. Lapangan tenis meja meskipun bermain di atas meja berwarna hijau berukuran ... X.. meter tetap dibatasi garis warna putih. Begitu juga pertandingan sumo di negeri Jepang kelihatan lapangannya bulat juga ada garis pembatas. Termasuk juga lapangan atelatik lempar lembing, lari meraton, lompat tinggi tetap dibuat garis pembatas atau garis finish.

WAK LEH TA'ALA...

WAK LEH begitu panggilan orang-orang Gampongnya untuk Bang Muhammad Saleh. Dia berperawakan  gemok-gomrot. Di setiap warung kopi  Wak Leh selalu tampil sebagai bintang orasi. Bila Wak Leh muncul diwarung kopi, selalu ada opini atau gosip yang dikembangkan olehnya. Wak Leh suka sekali agar teman-temannya memuji isu atau gosip yang ditebarkannya.

Akhir-akhir ini teman-temanya mulai tidak percaya lagi 100 persen informasi yang digembar gembor Wak Leh itu. Namun ia tidak kalah akal liciknya, lalu Wak Leh mendekatkan diri dengan para pimpinan partai politik, karena Wak Leh berkepingin ingin menjadi senator alias anggota DPRD setempat. Usaha ini pun gagal hasil pemilu lalu ia tdk terpilih menjadi anggota DPR. Kali ini ia ingin mengembangkan diri di dunia pencak silat, suatu keahlian yang di terima Wak Leh dari indatunya dahulu kala.  Maka Wak leh kini punya perkumpulan silat dan karate. Kemudian Wak Leh pun mulai terjun dunia Olahraga. Pokoknya Wak Leh ingin menampakan pada teman-temannya kalau dia itu serba bisa. Mulai tukang gosip sampai dunia persilatan dan perpolitikan ia kuasai. Begitu lah sepintas profil Wak Leh alias Bang Muhammad Saleh

KETIKA WAK LEH BATAL KHUTBAH


Ramadhan lalu, WakLeh gagal untuk menjadi muazin di Meunasah kampungnya. Kini sudah tiga bulan Wak Leh menetap di Jakarta. Sehari-hari Wak Leh berkantor di Jalan KHA Dahlan Jakarta Pusat, bergabung dengan salah satu NGO/LSM yang bergerak bidang politik dan keamanan (Polkam).

Dana sponsor dari salah satu NGO Internasional dari Jerman dan Belanda. Penampilan sehari-hari sangat menyakinkan. Wak Leh selalu memakai dasi baju kemeja lengan panjang, sesekali lengan pendek. Bahkan lebih sering mengenakan baju jas warna hitam atau merah. Sepintas kelihatan penampilan Wak Leh seperti anggota legislatif atau para eksekutif muda yang lagi naik daun di ibu kota Jakarta.