Sabtu, 08 November 2014

BBM Seperti "Boh" Simalakama


Tidak jelas ujud ‘boh’ simalakama itu. Namun bagi indatu orang Aceh mengultimatumkan. Kita makan buah simalakama akan mati mamak, tidak dimakan mati bapak. Begitulah nasib pemerintahan Presiden Jokowi – JK, tidak menaikkan harga BBM akan berpengaruh pada penyusunan APBN 2015, mengalami devisit anggaran yang cukup signifikan. Menaikkan BBM berpengaruh pada masyarakat, terutama mereka kelas menengah ke bawah. Namun, Jokowi-JK berjanji akan melakukan subsidi silang kepada kepada mereka yang miskin, untuk melakukan usaha produktif.

Sebaliknya sikap masyarakat, baru angin sepoi-sepoi basah rencana pemerintah menaikan harga BBM November ini. Tau-tau, di beberapa daerah sudah melakukan demontrasi penolakan pencabutan subsidi BBM. Sebut saja beberapa hari lalu di Makasar, Rabu (5/11) mahasiswa berunjuk rasa, yang ujung-ujungnya bentrok dengan petugas. Hal yang sama juga dilakukan mahasiswa yang bergabung dalam KAMMI di Kota Medan. Dan juga pihak DPD Organda Sumata Utara, dengan ekstrem menyerukan aksi mogok secara besar-besaran jika harga BBM tetap dinaikkan.

Anehnya lagi, isu penolakan pencabutan subsidi BBM ini bukan hanya muncul di luar gedung DPR, justeru suara sumbangpun muncul dari kalangan anggota terhormat itu sendiri. Sebut saja Effendi Simbolon dari Fraksi PDI-P. Katanya, rencana menaikkan harga BBM justru lebih banyak inisiatif Jusuf Kala. “Saya lihat Pak JK lebih bernafsu dari pada Pak Preiden,” kata politikus PDIP, yang juga partainya yang lagi bingung memikirkan buah simalakama BBM ini.

Ternyata pro kontra tentang pencabutan subsidi BBM ini, sudah diperkirakan oleh Tim Jokowi-JK. Dengan demikian November ini BBM rencana dinaikkan besaran harga untuk jenis premium Rp 3.000/liter, sehingga harga BBM jenis premium menjadi Rp 9.500/ liter. Namun banyak pengamat mempertanyakan kenaikan harga yang terlalu fantatis ini.

Begitupun. Secara matematis — yang dibalut gaya bisnis — pemerintah mencoba menjelaskan secara arif dan datar. Katanya, dengan kenaikan harga BBM ini, diperkirakan angka penyumbang penghematan anggaran subsidi Rp 200-Rp300 triliun pada tahun 2015 mendatang. Dengan demikian, menurut kalkulasi pemerintah di bawah kepemimpinan Jokowi-JK, nilai penghematan tersebut sangat signifikan, maka akan dialihkan pengunaannya kepada pembangunan infrastruktur, maupun penambanhan subsidi langsung kepada masyarakat, di antaranya subsidi dana pendidikan dan subsidi dana kesehatan.

Sebaliknya juga, beberapa peneliti dan pengamat mengharapkan Pemerintah Jokowi-JK hendaknya mengkaji ulang tentang rencana penaikan BBM. Karena masyarakat memperkirakan, dengan naiknya BBM, maka akan terjadi penyesuaian berbagai bahan pokok ikut naik pula, biaya trasportasi ikut naik, berbagai biaya produksi usaha mikro masyarakat juga ikut terseret arus kenaikan, termasuk berbagai bahan kebutuhan pokok ikut naik. Maka Effendi Simbolon menegaskan, “Seharusnya menteri-menteri kabinet Kerja Jokowi-JK fokus menangani energy, karena Indonesia belum punya diversifikasi energi,” kata Anggota DPR-RI dari F-PDIP asal Sumatera Utara itu.

Dalam hal ini, pemerintah harus mencari jalan keluar untuk menyusun anggaran tahun depan, kalau tidak, diperkirakan anggaran APBN 2015 menjadi loyo dan layu sebelum berkembang. Termasuk menanggung beban subsidi BBM sebesar Rp 291 triliun, juga dibebani belanja pegawai sekitar Rp 255 triliun. Belum lagi devisit anggaran mencapai Rp 245,9 triliun. Sehingga berakibat dana untuk pembangunan infrastruktur hanya Rp 196 triliun. Padahal kebutuhan angaran infrastruktur untuk tahun 2015 mencapai Rp 320 triliun.

Memang untuk menuju perubahan yang lebih baik, banyak tantangan dan ujian bagi Pemerintahan Jokowi-JK. Padahal, kalau dihitung secara matematis kalkulasi kesejahteraan, nilai kenaikan BBM kali ini akan di-alihkan dari subsidi dari komsumsi ke produktif, yaitu tepatnya dari orang kaya ke masyarakat yang miskin.

Dengan demikian, dilihat dari tujuan pemerintah sudah sangat mulia. Tapi dibeberapa daerah terjadi juga penolakan. Oleh karena itu, dampak kenaikan harga BBM ini yang membuat pusing. Lalu bagai mana agar rakyat menerima dengan baik. Tentu saja satu-satunya jalan yang harus ditempuh oleh pemerintah dibawah komando Jokowi-JK, adalah memberikan contoh dan bukti yang baik dan nyata kepada masyarakat terlebih dahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar