Aceh Berlakukan Syariat Islam
![]() HUKUMAN CAMBUK: Salah seorang terpidana menjalani hukuman cambuk di Bieuren, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Jumat (24/5). Hukuman cambuk tersebut diberlakukan sebagai pelaksanaan Syariat Islam di NAD kepada 15 terpidana dalam kasus perjudian. (57v) | |
BIREUEN - Pemerintah Kabupaten Bireuen, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), pada Jumat (24/6) mulai pukul 13.00, menghukum cambuk 15 orang maisir (pelaku judi) dari jumlah total keseluruhan terpidana yang mencapai 26 orang. Sementara itu, 11 orang lainnya karena alasan kesehatan tidak dapat melaksanakan hukuman pada saat itu. Seorang terpidana tiba-tiba pingsan setelah dicambuk.
Tempat pelaksanaan eksekusi dipilih di halaman Masjid Agung kota tersebut. Para penjudi itu menerima 6-10 cambukan pada punggungnya yang dilakukan oleh sepuluh Polisi Wilayatul Hisbah (Polisi Syariat).
Para terpidana cambuk dinyatakan bersalah setelah aparat dari Polres Bireuen menangkap basah mereka ketika sedang berjudi pada 28 Februari lalu. Adapun barang bukti yang ditemukan petugas ketika itu berupa uang tunai Rp 45 ribu berikut dua bendel kartu judinya. Sebelum dikenakan hukuman cambuk, pelaku juga pernah ditahan di Polres Bireuen dan mendekam di rumah tahanan di kota itu.
Akhirnya, kedua institusi penegak hukum tersebut melimpahkan kasus pelanggaran Syariat Islam itu kepada Mahkamah Syariah (MS) yang akhirnya pada 28 April, lembaga tersebut menetapkan hukuman cambuk kepada mereka. Sedangkan teknis penyelenggaraan termasuk penentuan eksekutornya diserahkan kepada pihak Kejari.
Wartawan Suara Merdeka Anton Wahyu Hartono, dari Kota Biereun melaporkan proses eksekusi tersebut mendapat perhatian yang besar dari warga sekitar. Usai shalat Jumat, waktu yang telah ditetapkan untuk melaksanakan hukuman cambuk tersebut, ribuan warga segera memadati halaman masjid tempat eksekusi dilakukan. Sejumlah pejabat juga turut menghadiri pelaksanaan hukuman cambuk, yakni Pelaksana tugas (Plt) Gubernur NAD Azwar Abubakar, Kajati Andi Amir, Bupati Bireuen Mustafa Gelanggang dan unsur muspida lainnya.
Menurut Plt Gubernur NAD, dasar pelaksanaan hukuman tersebut yakni UU No 14/1999 tentang Pelaksanaan Keistimewaan Provinsi NAD, UU No 18/2001 tentang Otonomi Khusus, dan Perda No 5/2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam.
"Jadi sudah ada pijakan hukum yang jelas mengenai hal itu," ujarnya. Ia menjelaskan Provinsi NAD sendiri mulai memberlakukan praktik hukum (hukuman pidana) bagi pelanggar pidana Islam dalam upayanya menerapkan kaidah hukum Islam sejak dua tahun terakhir, khususnya untuk hukuman cambuk yang diberikan kepada 26 penjudi di Biereun.
Pemberlakuan hukum tersebut juga sudah diatur dalam Peraturan Gubernur No 10/2005 tertanggal 12 Juni 2005. Untuk sekarang ini, hukuman cambuk baru diberikan kepada pelaku maisir (judi), khalwat (zina) dan khamar (minuman memabukkan). Sedangkan Bupati Biereun Mustafa Gelanggang mengungkapkan, wilayahnya merupakan daerah pertama yang melakukan eksekusi hukuman cambuk atas tiga hal yang dilarang tersebut, baik di tingkat Provinsi NAD maupun Indonesia.
Kabupaten yang berjarak sekitar 170 kilometer ke arah timur Banda Aceh tersebut juga merupakan satu di antara 22 kabupaten dan kota yang telah membentuk Polisi Syariah (PS) yang tugasnya mengawasi pelanggaran atas hukum Islam di wilayahnya. Selain Bireuen, daerah lainnya yang telah mempunyai Polisi Syariah adalah Lhokseumawe, Aceh Tengah dan Pidie.
Pada kesempatan tersebut Kepala Kejari Bireuen Mohammad Adnan menjelaskan, eksekusi cambuk tidak dimaksudkan untuk mempermalukan pelakunya. Hal itu, tutur dia, untuk memberi efek jera kepada mereka dan agar perbuatan yang melanggar syariat agama tersebut tidak diikuti oleh warga masyarakat lain. Dia juga menuturkan, sebelum hukuman cambuk itu diberikan, sejak NAD memberlakukan hukum Islam dalam dua tahun terakhir, pihaknya telah tiga kali menjatuhkan hukuman atas tiga kasus pelanggaran yang berbeda.
Hukuman pertama, kata dia, dijatuhkan pada awal Januari lalu, terkait perbuatan asusila dengan memaksa pelakunya membayar denda Rp 25 juta. Kedua, soal wanita malam di Aceh Utara yang akhirnya diselesaikan dengan jalan musyawarah.
"Yang ketiga hukuman cambuk bagi pelaku judi di Biereun."
Sejumlah warga, ketika dimintai komentarnya seputar pelaksanaan hukuman cambuk pada umumnya merasa setuju, asalnya penerapan ketentuan tersebut dilakukan secara merata dan tanpa pilih kasih. Menurut Masyarakat Anti-Judi (MAJ) Bireuen Hasby, pihaknya mengharap agar aparat penegak hukum hendaknya juga berani untuk menindak anggotanya yang terindikasi terlibat dalam perjudian.
"Jadi, kesannya hukuman cambuk tersebut tidak hanya diberlakukan kepada para penjudi kelas teri saja, aparat yang membekinginya juga harus turut diadili," katanya.
Adapun pelaku judi yang kemarin dihukum cambuk dengan menggunakan cambuk dari rotan, yakni Karmidi (45), Asfrudi (56), Zakaria (60), M Ali (65), Ridwan (37), Safrizal (54), Sabri (40). Kemudian Ridwan (45), Abubakar (50), Sarbini (42), yang masing-masing dihukum enam cambukan. Hasan Basri (44), Rusdi (58) serta Mulyadi (37), masing-masing tujuh cambukan. Irwan (49) dan Sofian (54), yang dihukum delapan dan sepuluh cambukan.
Meski Kejari Bireuen merupakan lembaga yang mengatur pelaksanaan hukuman cambuk menyatakan telah memeriksa kesehatan para terhukum sebelum eksekusi dimulai, ternyata seorang yang entah mengapa langsung pingsan seusai menerima cambukan di punggungnya. Hasan Basri (44), yang sore itu menerima enam cambukan langsung tak sadarkan diri, sesuai melangkah keluar dari "panggung" tempat dia menerima hukuman itu. Tenaga medis yang enggan disebutkan namanya, mengatakan Hasan kemungkinan merasa shock atas pelaksanaan hukuman yang disaksikan ribuan orang itu. (H8-14v)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar