Sabtu, 10 Agustus 2013

Open House Gaya Politik Wak Leh


Rumah Wak Leh, tidak jauh dari lapangan tempat salat Idul Ffitri 1434 H. Mulai lebaran pertama Kamis 8 Agustus 2013 hingga lebaran ketiga silih berganti para tetamu yang bersilaturrahmi kerumah berlantai dua itu.
 
Sebelum lebaran tiba rumah tersebut telah dicat merah-kemerahan.  Sehingga terkesan berwajah minimalis. Pada salah satu sudut rumah itu terpasang sebuah lambang partai politik yang merupakan 'perahu' Wak Leh "menyeberang" ke arena politik Pemilu 2014.

Tradisi open house yang dilakukan Wak Leh sudah memasuki tahun kedua dari empat tahun ia terpilih menjadi anggota DPRD kota kelahirannya. Tapi kali ini lebih lengkap menu sesajian untuk menerima tamu lebaran. Menu utama tetap lontong daging, nasi kuning, sop buah, timphan serikaya. Sedangkan tape warna warni putih, merah, hijau dan kuning adalah menu yang sengaja dipesan oleh Ibu Irma yaitu isteri Wak Leh.


Tapi kelihatan juga ada menu tambahan, seperti es krem, ada pula gerobak sate sate yang dibakar dihalaman rumah, gerobak mei bakso, serta sejumlah buah-buahan dalam berbagai kerancang yang berserakan setiap kamar tamu dirumah yang tak beraturan itu. "Ini menu tambahan yang dikirim teman saya dari Medan. Kebetulan sebelum puasa saya bantu ngurus tender jalan lingkar. Perusahaannya menang," jelas Wakleh kepada salah seorang tokoh politisi yang tinggal sekampung dengannya.

"Luar biasa makanannya, ya Pak," jawab tokoh tadi dengan nada sedikit memuji Wakleh yang didamping Isteri dengan baju seragam putih bercampur selendang kuning gading, sehingga membuat Ibu Irma yang kuning langsat, semakin manis dengan paduan warna kulit Wakleh yang hitam. Namun tidak membusankan bila dipandang oleh para tamu hari lebaran itu.

Dari luar jendela kelihatan, rombongan anak-anak yatim dari salah satu panti asuhan dari kecamatan tetangga datang dengan dua mobil L-300. Sementara pada salah satu sudut depan rumah dipasang tenda warna wiru bercampur hijau, sehingga terkesan seperti sedang berlangsung sebuah pesta perkawinan anak. Padahal sesungguhnya Wakleh sedang mebuka pintu (open hoese) lebaran kepada semua kalangan yang ingin bersilaturrahmi dengan keluarga Wakleh atau sesama warga desa itu.

Warga sekitar desa rumah tinggal Wak Leh merasa sangat gembira dan senang menerima perlakuan Wakleh tidak memilih-milih kelompok tertentu yang bersilaturrahmi kekediamannya. "Saya datang membawa semua anak saya. Waktu pulang diberikan amplop juga oleh Ibu Wak Leh," cerita seorang ibu beranak tiga kepada sesama temannya sambil pulang pada acara open hoese di rumah Wakleh itu.

Itulah potret Wak Leh selama ia terpilih menjadi anggota dewan, terus memperbaiki jati diri dalam rangkan peningkat ektabilitas pribadinya. "Sebagai seorang politisi, langkah inia harus saya lakukan. Sebab, jabatan dewan saya hanya lima tahun. Semasih ada rezeki mengali ke saya. Tentu saja saya akan membagi kepada warga," kata Wak Leh dalam nada bersayap sebagai politisi papan atas untuk ukuran di desa yang ber KK sekitar 341 atau sekitar 1.034.070 jiwa.

Setiap tamu yang hadir pada acara open house Wak Leh, terutama para kaum dhuafa dan anak yatim, tetap dibagikan 'ampou' yaitu amplob putih yang telah diisikan uang Rp 20.000. Amplop itu kelihatan dimasukan dalam kantong celana sebelah kanan, yang khusus amplop itu diberikan untuk anak yatim. Sedangkan amplob senilai Rp 50.000,- dikantongi celana sebelah kiri, diberikan kepada tamu agak dewasa yang nilai wajar untuk menerima salam tempel dari Wakleh dan isterinya.

Dalam catatan Wak Leh mempersiapkan salam tempel itu menyediakan dana berkisar angka Rp 10 juta sampai Rp 15 juta rupiah. Yaitu suatu angka pantastis untuk tingkat desa tempat tinggal Wak Leh. "Semakin banyak kita bersedekah, banyak pula yang datang rezeki diluar duagaan," ujarnya dengan nada merendah kepada ketua salah satu komisaris partai politik lokal di desa itu.

Tapi Wak Leh selalu membuat hitungan laba ruginya menghadapi Pemilu 2014 baru akan berlangsung pada bulan April mendatang. Sekitar delapan bulan lagi. Begitupun Wakleh yang kini berstataus anggota dewan tingkat Dua pada salah satu kabupaten di Aceh, ingin memperpanjang masa jabatan Kursi empuk itu. 

Salah satu cara menurut Wak Leh yang sudah banyak makan asam garam didunia LSM/NGO itu, katanya masyarakat pendukung calon pendukung partai dan dirinya mulai sekarang harus diwanti-wanti dengan berbagai sarana alat kontak. "Masyarakat butuh makan dan minum. Kita butuh dukungan. Ya, kita harus buktikan dong," kata Wakleh yang gagal waktu di Bali menjadi Khatib jumat dan salah juga ketika bulan puasa 10 tahun lalu salah azan magrib. "Ah, itu masa lalu," singkat Wak Leh.

DAGING POLITIK

Rupanya acara open hoese di rumah Wak Leh, ada kaitannya dengan hari potong (meugang) awal puasa dan meugang lebaran kemaren. Pada meugang awal puasa Wak Leh menyembelih dua ekor lembu. Ia mengedarkan 375 lembar kupon daging kepada kaum dhuafa dan kawan sejawat sesama anggota partainya. Dan satu ekor sapi lagi disembelihnya pada meugang sehari sebelum lebaran kemarin, yang dibagikan kepada 135 lembar bagi mereka yang belum menerima pada meugang awal puasa lalu.

"Jangan sampai daging Wakleh bermasalah seperti daging milik Fatanah dengan KPK," sindir salah seorang lawan politik Wakleh yang satu daerah pemilihan (Dapil) pada pemilu mendatang. Menaggapi suara sumbang itu, wakleh hanya senyum-senyum saja. "Biasa. Mereka tidak sanggup seperti saya bantukan kalian," ketus alumni salah satu SMA Swasta yng sekolahnya waktu sore.

Bukan hanya itu saja usaha bantuan sosial yang berbau politik yang digagaskan Wakleh, termasuk paket ramadan yang dibagikan beras dan gula pasir secara diam-diam kepada setiap warga sekitar beberapa kecamatan dikabupaten itu. Dalam pembagian paket ramadhan ini, Wak Leh berpedoman pada anggota warga yang mendapat zakat fitrah yang ditetapkan oleh tuha gampong. "Ini sya minta bantuan jasa Pak Teungku Imam meunasah," jelas Wak Leh.

"Kenapa harus standar penerima zakat fitrah," tanya salah seorang tokoh pereman, yang tidak pernah melaksanakan puasa ramadan. Menjawab pertanyaan yang kurang simpatik itu, wakleh dengan singkat mengatakan; Kita sering nonton siaran TV di Pulo jawa, ada yang jatuh terdesak-desak untuk mendapatkan bantuan paket yang nilainya tidak terlalu banyak. 

"Saya lebih senang libatkan perangkat desa untuk menyalurkan bantuan kita. Ya, kita percayakan saja kepada mereka. Merekalah yang lebih tau tentang warganya,"tambah Wak Leh merendah, tapi penuh mengandung makna politis.
Allhuakabar.....
Allahuakbar....
Allahuakbar....
Walillahilham...

Saya Muhammad Saleh alias Wak Leh beserta Isteri dan anak-anak saya menyampaikan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434 H, "Mohon Maaf Lahir dan Batin" demikian bunyi spanduk yang dibentangkan dipintu gerbang masuk ke rumah Wak Leh pada acara Open House tahun 1434 H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar