Minggu, 04 Agustus 2013

BOH ROM ROM

Orang Aceh bilang boh rom-rom. Undel-undel bahasa Indonesianya. Ada juga orang Aceh sebutkan boh keucret, atau boh beduk bedoh, banyak nama lain menurut daerahnya. Namun populernya boh romrom ini hampir menjadi khas berbuka puasa sebagian masyarakat Aceh.

Cara membuatnya sangat sederhana, mencampurkan tepung dengan air lalu diremas-remas sampai tepung itu mengeras, kemudian dibulat-bulatkan seukuran lebih besr dari anak keneker alias guli, atau lebih kecil dari bola pimpong.

Pekerjaan selanjutnya tepung yang berbentuk bulat melobangingi dengan telunjuk atau ibu jari, seterusnua dimasukan gula pasir atau gula merah kedalam lobang itu, baru kemudian ditutup kembali lubang itu, sehingga tidak kelihatan didalam bola pimpong ada gula pasir atau gula merah.

Langkah selanjutnya merebus dalam kuali yang airnya sudah mendidih lebih dari 90 derajat. Sehingga boh romrom itu berobah warna dari warna tepung yang asli menjadi warna putih pudar yang mengkilat, sehingga gula pasir dan gula mereah yang ada dalam boh rom rom itu sudah mencair menjadi air, boh rom rom itupun mengembang seperti ada udara didalamnya, kelihatan yang sudah masak terapung-apung.


Begitulah setiap hari pekerjaan Kak Bed membuat boh rom rom atas permintaan Bang Suh suaminya Kak Bed. Padahal Zubaidah pangilan populernya Kak Bed sangat busan sudah membuat boh beuduk beudoh ini, karena Bang Suh meminta setiap sore membuat makanan kesukaannya.

"Bang sore ini kita tidak buat boh 'keucret' ini boleh," tanya Kak Bed pada suaminya.
"Kenapa!!!" Tanya Bang Suh.

Belum sempat dijawab oleh Kak Bed isterinya. Bang Suh justeru menambahkan lagi pertanyaan: "Sudah bosan membuat Boh Rom Rom untuk saya, ya." Suara Bang Suh agak tinggi sedikit. Kak Bed diam seribu bahasa, namun dalam benak pikirannya, Kak Bed berencana ingin membuat boh rom rom sore itu hanya untuk satu biji saja, yang kusus untuk sang suami tercinta. Karena kedua anaknya Kartini dan Zuhdi sudah bosan membuka puasa menu utamanya boh rom rom setiap sore.

Maka disuatu sore, Zuhdi menyarankan ibunya mengantikan menu boh rom rom dengamenu lain. Namun sang Ibu tetap membuat boh rom rom. "Ini boh rom rom kesukaan bapak mu nak," jelas Kak Bed kepada Zuhdi dan Kartini disore itu diguyur hujan lebat itu.

Begitulah tradisi boh rom rom dikeluarga Bang Suh ini. Tapi isterinya Kak Bed sedang mencari cari ide agar Bang suh tidak lagi menyuruhnya membuat boh rom rom. Maka terilhamilah Kak Bed ide membuat untuk membuat hanya satu butir saja boh rom rom raksasa. 

Sebab menurut kak Bed sangat cocok dan relavan dengan kondisi ekonomi mereka sekarang membuat boh rom rom besar dinamakan boh rom rom "boh ue" alias sebutir kelapa terkupas. Untuk membuat boh rom rom sebesar butir kelapa itu membutuhkan gula merah setengah (1/2) kg. Tepung satu setengah (1,5) kg. sedangkan hari-hari sebelumnya, bahan membuat boh rom rom cukup sepertiga dari belanja hari ini.

Alkisah, Kak Bed memulainya meramas-ramas tepung yang dicampur dengan air mengunakan kedua tangannya, sedangkan sebelumnya hanya satu tangan saja, untuk mengaduk tepung itu. Setelah tepung itu matang, maka ia membulatkatkan sebesar kelapa yang sudah dikupas. Pada saat ia ingin memasukan gula merah 1/2 Kg itu sangat lah susah sekali, karena untuk membuat dinding boh rom rom sebesar butir kepala ini terasa seperti tidak bisa dibuat dindingnya. 

Begitupun Kak Bed tidak habis disitu saja kreatifitasnya. Kali ini ia melobangkan boh rom rom dengan mengunakan siku tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya mengangkat boh rom rom sebesar butir kelapa melobangi dengan siku kirinya.

"Masya Allah," desah Zuhdi ketika melihat ibunya membuat membuat boh ro rom raksasa itu seperti atraksi pemain sulap saja. Namun Zuhdi memilih diam saja, mungkin itu adalah kepingin ayahnya agar ibu membuat boh rom rom besar. 

Tahap pertama sudah selesai. Sekarang, Kak Bed mulai merebus boh rom rom dalam kuali besar diatas kompor alumunium putih. Dengan nyala api warna kebiru -biruan. Setelah 30 menit air yang mendidil lebih 100 derajat itu barulah boh rom rom raksasa itu dimasukan dalam kuali besar. 

Sambil kelihatan mulut Kak Bed merepet kepada suaminya, karena membuat kak bed harus membuat boh rom rom setiap sore.Wal hasil, boh Rom rom itu masah sudah masak. Dan, suah dihidangkan dalam piring besar, boh rom rom yang sudah ditaburkan dengan kelapa yang dikukus seperti kepala botok yang baru tumbuh rambut pendek yang berubanan putih, membuat siapa saja yang melihat terasa mual-mual, namun  Kak Bed tetap nekad menghidangkan boh rorom itu untuk Bang Suh.

Menjelas buka puasa kelihatan Kak Bed wajahnya sudah pucat. Karena dia takut dimarah oleh suami telah mengkianati keinginan suaminya yang setiap hari meminta dibuat boh rom rom, justeru hari ini dibuat boh rom rom sebesar kepala anak yang baru lahir.

Singkat cerita, ee..ee...eeee..... Suara serune mengaung membelah kesunyia senja itu, yang dipancarkan memalalui Masjid Besar kota itu, lalau dipanjar rele kembali oleh beberapa radio siaran lokal, sehingga suara serune inipun seperti menyambut pestanta Kak Bed untuk suaminya.

Wajah Kak Bed semaki pucat kuning, seperti orang bepenyakitan lever. Boh rom rom yang sudah ditutup dibawah tudung saji itu, tidak ada menu lain sebagai tambahan teman si boh rom rom itu untuk berbuka puas sore itu.

Begitu Bang Suh duduk dikursi makan, lalau membuka tudung saji yang terbuat dari rotan. Bang Suh pun terkejut, "apa-apaan didalam piring besar ini seperti tengkorak," pikir Bang Suh. Namun ia idak memperlihatkan kekagetannya kepada isterinya.

Kak Bed sore itu sengaja duduk lain meja berbuka dengan Kartini dan Zuhdi dikamar depan dapur, dengan alasan ia takut kalau-kalau kucing memmakan ikan yang belum dimasuk untuk saur nanti.
"Bissmilahirrahmanirrahim,..... Allahumma lakasumtu......." Baca doa buka puasa, lalu Bang Suh meneguk air teh hangat sampai setengah gelas.

"Hai Ma si agam. Pu hana ta pegoet boh rom rom seupot nyo" Tanya Bang Suh dengan nada rendah kepada isterinya yang duduk di dapur sana. "Hai mama Zuhdi, apa tidak dibuat boh romrom untuk buka puasa hari ini".

"Nyan ken dalam pingan," jawab kak bed di dapur dengan sedikit gementar."Itu kan dalam piring". Masya Allah menjerit hati Bang Suh ketika melihat boh romrom hasil karya isterinya. Tapi Bangsuh tidak protes, terus memakan. Isteri dan anaknya melihat dari celah lobang dinding papan antara ruangan dapur dengan ruang makan. 

Kelihatan Bangsuh berusaha mengangkat dengan kedua tangan, walaupun tetesan air gula warna merah sudah melemur kedua tangannya. Sampai tetesan air gula itu jatuh pada kursi tempat Bang Suh duduk berbuka puasa.

Begitulah Bangsuh pun pergi ke masjid melaksankan salat magrib. Malam itu Bang Suh sengaja tidak pulang makan nasi setelah shalat magrib, dilanjutkan dengan salat insya, terawih dan witir. Namun rasa sedih dan jengkel kepada isteri dan anak-anaknya malam itu, sampai terbawa-bawa dalam melaksanakan salat wajib dan sunat.

Kini giliran Kak Bed. Malam itu ia memilih tidak ke masjid untuk tarawih. Ketika sang suaminya pulang dari masjid, Kak Bed sudah tidur, matanya ditutup rapat-rapat, tapi hatinya dan telimganya tak bisa menutup rapat, terus membuka kalau-kalau Bang Suh memanggil atau memarah Ibu Bed itu akan segera ia memasang langkah kuda-kuda. Namun bangsuh memilih diam, setelah makan terus tidur dengan pulas.

Subuh esok pagi Kak Bed bersiap-siap pergi ke masjid untuk salat jamah. Mukena dan telekom putih bersih sudah dipakai dari rumahnya. Sebelum ia melangkah dari rumah, ia sempat duduk pada kursi sang suaminya makan boh rorom tadi malam. 

Bekas air gula yang lengket dikursi sudah melengket pada kain putih dibelakang pantat Ibu Bed. Sepintas kelihatan seperti daerah kotor semacam men atau haid yang tembus kain putih Kak Bed. Dalam keadaan itu kak bed terus melenggang ke Masjid, semua jamah melihat bahhakan semua jamaah berbisik-bisik tentang darah kotor di pantat Kak Bed itu.

Kak Bed kelihatan binggung, semua jamah menertawakan dirinya, sambil bisik-bisik. Akhirnya Imam masjid menasehati Kak Bed, memanggil kusus kedalam ruangam imam besar itu. Kak Bed pun kelihatan pucat ketika keluar dari ruanagn itu.

"Orang yang lagi berhadas keluar darah kotor. Itu haram hukumnya masuk dalam masjid, apa lagi melaksanakan sembahnyang. Seperti malam ini yang anda laksanakan," kata Imam menasehati Kak Bed.
Namun Kak Bed tidak menjawab satupun. Karena ia tau bahwa dikain itu bukan darah. Tapi karena pekerjaan melawan suami mungkin ini pelajaran yang saya terima, desah pikiran Kak Bed. Di depan Imam Besar itu, kak bed meneteskan air mata. Sambil ia minta maaf, lalu ia pulang. Sedangkan suaminya sudah keluar rumah.

Kebetulan hari ini Jumat, imam besar yang menjadi khatib dimasjid menceritakanlah tetang seorang anggota jamah wanita salat dan masuk masjid dalam keadaan berbadan kotor itu hukumnya berdoasa. Sebahagian jamah jumat itupun melihat kepada Bangsuh, karena peristiwa isterinya tadi subuh sudah beredar sebahagian kampung tempat tinggal mereka. Dan menjadi hebboh seantero desa itu, tentang Kak Bed sembahyang dalam keadaan hait masuk masjid.

Tanpa diduga dan disangka oleh Bang Suh yang lagi duduk dikursi tamu. tiba-tiba Kak Bed datang bersimpuh dikakai suaminya, meminta maaf atas perlakuannya membuat boh rorm yang besar. "Cut Bang, maafkan saya telah kilaf. Sehingga membuat saya malu sendiri dengan jamaah kampung kemarin di masjid," 

Kak bed meraung-raung nangis dikaki Bang Suh. Sedangkan Bangsuh kelihatan tatapan kosong kedepan, dalam pikirannya.Begitu baiknya kepada sang isterinya, sampai hati ia membalas membuat boh romrom besar. "Ka ku peu meuah hai ma si gam...." Jawab Bangsuh dalam bahasa Aceh.
Semoga mereka rukun dan damai tidak terulang lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar