Jumat, 14 Juni 2013
Manajemen "Koh Oek"
Peristiwa tsunami di Aceh memporak poranda negeri yang penuh tata krama yang sarat dengan adat lokal. Ibukota Aceh, Banda Aceh luluh lanta ditelan ombak tsunami. Infrastruktur dan bangunan bertingkat hancur berkeping2. Begitu juga nyawa menusia tak kurang dari 500 ribu orang hilang begitu saja. Akankah budaya nenek moyang mereka juga ikut terseret arus tsunami.
Pertanyaan semacam ini terus muncul dalam benak setiap orang jika dibandingkan peristiwa tsunami dengan kenyataan saat sekarang. Dima desa2 diseputar kota yang terkena tsunami kini kembali bersinar menata wajah kotanya. Misalnya kemarin, dikawasan penayong Banda Aceh, saya menyempatkan diri berbincang2 dengan beberapa orang penjualan koran, buah2an, tukang perbaiku sepatu rusak, dan juga sempat berbincang2 dengan Si Ahong tukang bengkel sepeda motor roda dua berketurunan WNI Cina, sudah sejak lahir 23 tahun lalu tinggal di kawasan peunayong itu. Yang lebih asyik lagi ketika saya menyempatkan diri ke kedai Bang Dirman, yaitu tetanga saya yang sudah lama berprofesi tukang Koh Oek alias tukang pangkas.
Bang Dirman ini, umurnya sudah lebih setengah abad. Pekerjaan Koh Oek sudah digeluti sejak umurnya 21 tahun. Nama lengkapnya Sudirman, orang memanggil Bang Dirman. Ya, kemarin Bang Dirman menceritakan pengalamanya sebagai Tukang pangkas (Koh Oek). Katanya, kedai atau kiaos tempat mereka berusaha ini sudah ditempatinya sebelum tsunami bersama, dua orang temannya lagi, yaitu Pak Nanang, dan Wak Ali. Kios berukuran 4X4 meter itu terletak dikawasan peunayong. Karena terlalu sempit kios tempat usaha Bang Dirman dkk itu, maka setiap hari kelihatan ramai berdesak2. Akibatnya banyak pasien ketiga tukang pangkas itu terpaksa antrian menungu berjam2.
Untuk menghilang kejenuhan itu, baik Bang Dirman, Pak Nanang, dan Wak Ali itu sering memancing para pasien yang belum pada gilirannya dengan melemparkan topik2 diskusi yang sedang bergulir dalam masyarakat. Kiat itu dilakukan agar para pasien tdak jenuh dan betah menunggu giliran rambutnya dipangkas. Kemarin dulu dikios Bang Dirman itu hangat dibicarakan seputar kepemilikan tanah lapangan Blang Padang, sampai2 isu politik tingkat nasional, yaitu seputar Pansus DPR RI membahas kasus Bank Century. Ikut juga di bicarakan tentang pro kontra tentang peristiwa WH di Langsa.
Menarik memang bila kita ikuti diskusi atau gosip2 yang berkembang di kios Bang Dirman, disela2 menanti giliran potong rambut. Sementara bang dirman itu setiap hari tidak kurang dari 8 kepala orang yang dipangkasnya, bahkan pada musim2 tertentu bisa mencapai angka diatas 11 orang kepala yang dipangkasnya. Akan tetapi pasien yang menunggu Bang Dirman yang memangkasnya melebihi dari kemampuan Bang Dirman. Sementara bang Dirman hanya bekerja setiap haria masuk jam 10 pagi sampai jam 12 siang. Kemudian ia istirahat, pulang ke rumah makan, kemudian masuk lagi jam 15,00 siang sampai 17.00 sore. Begitulah setiap hari, kelebihan pasiennya terpaksa dioper ke temnannya satu atap juga, yaitu utuk Wak Ali dan Pak Nanang yang menampungnya. Begitulah rutinitas Bang Dirman dengan profesinya koh oek.
Namun ada peristiwa menarik. Suatu hari bang Dirman sedang memotong rambut Pak Daud Gogo salah seorang Dosen Senior pada Unsyiah Darussalam, Banda Aceh. Tiba2 perut Bng Dirman mules. "Aduh" desah Bang Dirman. katanya perutnya sakit, ia juga minta permisi sebentar pada pasiennya Pak Daud Gogo untuk istiratahat. Sambil menunggu perut bang Dirman sumbuh, Pak daud Gogo terpaksa menunggu lebih 30 menit ditas kursi putar, sedangkan rambut pak Daud sudah dipotong sebagian kepalanya, sehingga sebagian pendek sebagian masih utuh. Pak Daud serba salah, turun malu dilihat orang, menunggu agak lama, orang lain pun tdk bisa melanjutkan pekerjaan yang ditingalkan Bang Dirman tadi.
Inilah sosok Bang Dirman, ia mengembangkan bisnisnya secara profesional, Ketika ia berhalangan bila orang lain melanjutkan kegiatannya tatap tidak akan selesai. Bila dikaitkan dengn mana jemen moderen sekarang manajemen yang dikembangkan oleh Bang Dirman jauh dari tuntutan zaman. Karena manajemen koh oek terpusat pada sososk seseorang, tdk bisa tugas, memangkas awal diserahkan pada orang lain, smentara mencukur kumis dilimpahkan pada orang lain juga. Bahkan mengasah pisau yang tumpulpun harus dilaksanakan sendiri. Lihatlah seorang bang Dirman untuk memberikan tip kepada tamunya, memijit2 kepala dan dan bagian belakang badan seseorangpun dilaksanakan sendiri juga.
Nah, bila manajemen Koh oek Bang Dirman ini diberlakukan didesa2, maka posis sekretaris desa, imam kampung dan perangkat desa lain tetap tida berfungsi. Begitu juga bila manajemen Bang Dirman ini tetap diadopsi oleh para birokrasi pemerintah, atau perusahaan tertentu, atau juga manajemen koh oek Bang Dirman ini juga diadopsi oleh berbagai partai politik. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya.
Bang Dirman Masih hidup dengan profesinya pangkas rambut, ia tidak pernah mengenal menditribusikan kepemimpinan kepada yang lain. Ia tetap memusatkan diri pada kekuatan sendiri. Ia tidak membutuhkan staf ahlinya, tidak ada perencanaan yang matang, tidak perlu merealisasikan visi dan misinya. Dan sekarang timbul pertanyaan adakah para pra politisi, pengusaha, dan pejabat pemerintah lagi mengunakan manajemen gaya Bang Dirman Koh Oek. Walhuaklam.......
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar