Enam bulan lebih tidak ke Jakarta. Ketika dalam pesawat Lion Air, penerbagan siang ke ibukota, tidak tarnsit di Medan. Sekitar satu setengah jam penerbangan. Seorang bule yang duduk dibangku belakang. Berdiri menghapus-hapus tetesan air yang jatuh dari bagasi. Sesekali sang bule yang duduk dibelakang, ketawa dengan suara kecil sesama enam temannya yang duduk dua deretan kursi bersama mereka.
Semakin lama semakin banyak jatuh tetesan air itu, seorang pramugari mendekati lalu bertanya dalam bahasa Inggris. Sang bule semakin keras dialog dengan pramugari bertubuh mungil itu. Tiba-tiba sang cewek itu bertanya kepada penumpang sekitar bangku tempat duduk diantara nomor 20 sampai 29.
"Maaf bapak dan ibu, ini kofer siapa" tanya si cewek pramugari itu sambil, membuka bagasi, lalu ditarik bungkusan berkotak sebesar koper yang dibalut dengan pelastik hitam. Semua penumpang diam, karena bau busuk kepala ikan mulai tercium dalam bungkusan itu.
"Siapa punya bungkusan ini, pak", tanya pramugari itu mulai mengarah sasarannya ke saya. Karena itu, saya pun angkat bicara membantu sang petugas cewek ini. "Tolonglah jawab milik siapa tas ini," saya sampaikan seperti orang memberikan pengumuman. Seraya saya tunjuk kearah bungkusan ini.
Si bule itu mulai meminta tisu pada sang pramugari, sesekali dicium tangannya bau tak sedap. Lalu tanpa ada instruksi, seorang pria berambut cepek, berbadan tegap, duduk persis disamping kanan ku, "itu barang milik saya," jawab tegas.
.
"Apa isinya ini pak," tanya pramugari penasaran
"Tidak apa-apa. Cuma makanan titipan kawan," jawab pemilik barang itu singkat dengan nada tinggi. Semua penumpang merasa sinis mendengar jawaban pemilik bungkusan itu seperti tidak terganggu dengan lingkungan mereka.
Sementara si cewek pramugari itu mulai merepet sambel memperbaiki lelesan air yg keluar dari bungkusan itu. Lalu dua teman pramugarai itu pun mendekati temanya membantu memperbaiki bocoran halus keluar air bau anyir itu. Sementara pesawat melaju terus, sesekali terjadi goyangan menghantam kabut. Si Bule itu seerti tidak nyaman dengan bau anyir ini.
"Maaf pak, sebetulnya apa isinya dalam kotak itu," tanya aku , kepada bapak pemilik disamping ku. "Ngak, cuma danging lembu kampung kiriman abang saya," jawab dia singkat.
"Kok daging di bawa ke Jakarta," tambah jawab saya lagi. Sambil saya jelaskan, lebih murah daging sapi di Jalarta dibandingkan di Aceh, dan juga kualitasnya lebih terjamin lagi.
"Ngak, daginging ini kusus enaknya beda dengan di Jakarta," jawabnya asal keluar dari mulut dia. Sementara yang dengar jawaban ini ada yang melotot pemilik kotak ini, ada pula yang mengolok-olok dengan nada sinis.
"Apa betul daging saja didalam kotak itu Pak," saya ulang pertanyaan lagi, seperti gaya intrograsi polisi memeriksa tersangka korupsi. Saya juga melihat wajah bapak pemilik barang itu mulai merah padam dan pucat mimik mukanya.
"Ya Pak. Cuma 2 kg daging. tapi ada juga saya campur ikan kerapu beberapa ekor saja," jawab pemilik ini mulai mengaur. Para penumpang mulai curiga. Jangan-jangan ada barang haram seperti janis sabu atau daun ganja dalam kotak yang sengaja dimasukan dalam daging dan ikan, sehingga tidak curiga. Para penumpang sudah mulai menafsirkan masing-masing filing terhadap barang itu.
Pemilik ini pun, sepanjang dalam penerbangan menceritakan kepada saya, karena pas disamping kanan. Ia tinggal di Bekasi, ada membuka sebuah kios mini markert. Sebelum ini ia pernah berjualan di negeri jiran Malasiya dan Thailand. Terakhir setelah Tsunami. Pulang ke Banda Aceh melihat keluarganya di Desa Lam Jamee, Banda Aceh, hampir sebagian besar keluarganya korban Tsunami.
"Daging dan ikan yang saya bawa ini adalah sebagai contoh untuk saya jual di Bekasi," katanya kepada saya.
Dan, daging itu pun bukan dibeli. Tapi dari sisa lebih ada acara pesta perkawinan keponaannya. Sedangkan ikan ada kawannya yang memberikan kepada bapak ini. Karena dia adalah berjiwa bisnis, lalu semua pemberian atau hadiah teman dan keluarga terdekat dibawanya ke Bekasi, dengan harapan dapat dijual tanpa ada modalnya.
Rupanya ia tulus dan iklas membawa daging dan ikan, dimasukan dalam busa gabus berbentuk kotak. Lalu dicampurkan dengan es batu. Sedangkan masa es batu itu setelah dua jam diluar kotak pendingin akan mencair menjadi air kembali. Sementara bapak ini, sejak pukul 10.00 WIB sudah berada di Bandara Sultan Iskanda Muda Banada Aceh, sedangkan pesawat berangkat, pukul 12.35 WIB.
Dalam perjalan penerbangan memakan waktu dua jam lebih, maka satu jam terbang di udara mulai lah menetes es yang membuku itu mencair mencari permukaan yang tidak rapat dipaking dengan plasiban, lalu bocor, menyebar lah air kotor itu dengan bau tak sedap di dalam pesawat ini. Orang pertama merasakan bau tak sedap itu adalah si bule yang duduk dibelakang bangku pemilik bungkus itu sendiri.
Sesampai di Banda Soekarno - Hatta, Jakarta, setelah pesawat mendarat dengan selamat. Semua penumpang berdesak- desak turun dari tangga, sipemilik tas itu pun berdesak-desakan padahal dalam kotak yang ia jinjing bau yang tercium sangat menentang hidung penumpang.
Entah disengaja atau bukan, tiba-tiba seorang ibu menyenggol si pemilik barang bawaan yang menghebohkan itu, lalu terjaduh dari tangga belakang pesawat, berhemburan air dengan bau menyengatkan hidung.
Semua penumpang ketawa, berlarian dengan menutup hidung. Para petugas bandara juga ketawa dan sibuk mengamankan, takut mereka akan meledak dikawatirkan bom atau cairan kimia yang mematikan.
Begitu lah sang pembawa daging bercampur ikan itu selanjutnya berurusan denga pihak bandara Soekarno Hatta Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar