Kamis, 06 Juni 2013

KETIKA WAK LEH BATAL KHUTBAH


Ramadhan lalu, WakLeh gagal untuk menjadi muazin di Meunasah kampungnya. Kini sudah tiga bulan Wak Leh menetap di Jakarta. Sehari-hari Wak Leh berkantor di Jalan KHA Dahlan Jakarta Pusat, bergabung dengan salah satu NGO/LSM yang bergerak bidang politik dan keamanan (Polkam).

Dana sponsor dari salah satu NGO Internasional dari Jerman dan Belanda. Penampilan sehari-hari sangat menyakinkan. Wak Leh selalu memakai dasi baju kemeja lengan panjang, sesekali lengan pendek. Bahkan lebih sering mengenakan baju jas warna hitam atau merah. Sepintas kelihatan penampilan Wak Leh seperti anggota legislatif atau para eksekutif muda yang lagi naik daun di ibu kota Jakarta.



Begitulah keseharian Wak Leh yang selalu penuh percaya diri. Padahal bila diingat-ingat pada bulan puasa yang lalu, Wak Leh sangat malu ketika ia dikucilkan dikampungnya hanya gara-gara tidak mampu melakukan azan untuk sembahyang (shalat) magrib. 

Untuk menutupi berbagai dosa atau kegagalannya sewaktu masih di desa, lalu Wak Leh berusaha sekuat kempuan, baik kemampuan finansial maupu intelektualitasnya ingin mempersembahkan dan sekaligus memperbaiki kelak suatu ketika ia kembali lagi ke desanya. Begitulah cita-cita Wak Leh yang nama lengkapnya Muhammad Saleh.

Rupanya Wak Leh di kantor NGO itu membawahi bidang propokasi dan manajemen konflik. Ia memilih bidang ini, karena sejak di Aceh, Wak Leh sudah dikenal tokoh yang kontra versial paling tidak dikota tempat Wak Leh tinggal atau diwarung yang sering minum kopi pagi, ketokohan Wak Leh identik dengan tokoh provokasi.

Namun sebaliknya, teman-teman di NGO tempat ia bertugas di Jakarta justeru kemampuan Wak Leh "mengolah" berbagai isu politik dan keamanan di negeri ini dinilai berhasil. Hal itu dibuktikan, ketika dalam rapat NGO itu membahas sebab musabab tentang terjadinya perampokan di beberapa kota di negeri ini, lebih kusus di kota Medan. 

Wak Leh tampil dengan pemikiran-pemikiran  yang sangat cerdas, sehingga dasar-dasar pemikiran yang ditawarkan Wak Leh hampir 70 persen dirangkumkan dalam proposal yang dibahas dalam pertemuan di Bali.

Kemampuan menganalisa konflik, Wak Leh selalu berpodoman pada peristiwa gerakan bersenjata di Aceh yang terjadi puluhan tahun. Ia menceritakan, bagaimana awal-awal pergerakan di Aceh, imberionya kata Wak Leh tidak terlepasa dari pergerakan DI/TII yang dipelopori oleh Tgk Muhammada Daud Beureueh pada tahun 1953.

Memang Wak Leh sangat lancar menyebutkan nama-nama tokoh pergerakan di Indonesia, mulai dari Daud Bereueh, Soekarnoe, Hasan Tiro, sampai kepada Muzakir Manaf, juga disebut nama Muhammad Nazar, dan Irwandi Yusuf (Wakil Gubernur dan Gubernur Aceh Sekarang). 

Begitu juga Wak Leh membeda-bedakan pergerakan di Aceh, dengan di Timor Timor (Timtim), Irian Jaya, Maluku, dan beberapa daerah lain di Indonesia.Lalu Wak Leh membanding-bandingkan juga pergerakan yang berlangsung di luar negeri, seperti di Iran, Pakistan, Philipina, Thailand dan beberapa negera lain.

Masya Allah di luar dugaan semuanya, Wak Leh tamatan SMA di salah satu kota kabupaten, namun ia mampu "meracuni" pemikiran pada serjana S2, dan S3 bahkan para profesor sekalipun, karena dinila kemapuan investigasi sangat kuat dan analisa sangat tajam, dengan demikian Wak Leh ditetapkan menjadi salah satu peserta dari lima peserta yang dikirim ke Bali untk mengikuti pedalaman materi tentang manajemen konplik.

Wak Leh dalam cacatatan hidupnya, baru petamakali ke Bali Namun dalam memeorinya terekam berberapa tempat wisata di bali, bahkan Wakleh hafal beberapa hotel berbintang di Bali. Selepas dari bandara Murahrai Bali, Wakleh mulai berpikir bagai mana dalam waktu 45 hari masa pelatihan manajemen konplik yang dibiaya oleh NGO Belanda itu bisa dimanfaatkan utuk mengunjungi tempat-tempat  wisata di pulo Dewata itu.

Mulailah akal 'bulusnya' Wak Leh muncul kembali. Selama tiga hari awal masa orientasi pengenalah program pelatihan manajemen itu, Wak Leh tetap memanfatkan momen-momen yang muncul dalam lokal pelatihan itu, yang hanya peserta sebanyak 30 orang dari seluruh Indonesia.

Salah satu metode yang digunakan Wakleh adalh ia tidak segan-segan memperkenalkan diri berasal dari propinsi Aceh, bahkan dalam paparan diskusinya Wakleh selalu mengait2kan dengan ayat al-quran dan al-hadis. Ternyata metoda itu berhasil memancing para teman-teman ikut dalam pelatihan itu. Dari 30 orang peserta, 11 orang adalah perempuah dari berbagai daerah. Sebut saja satu nama cewek Ratu Ide sulung putri asli Bali.

Ternyata secara diam-diam Ratu Ida Sulung ini menaruh perhatian kepada gaya dan penampilan Wakleh, meski Ratu Ida Sulung ini beragama Hindu. Singkat cerita, Ida pangilan singkatan untuk Ratu Ida Sulung ini menaruh simpati alias jatuh cinta kepada Wakleh. Bak kata pepatah, gayung pun bersambut. Pelatihan memasuki hari ke tujuh, Wak Leh sudah di ajak oleh Ida memperkenal Wak Leh kepada keluarga Ratu Ida, ternyata keluarga Ratu Ida Sulung

Ini adalah para ningrat di desa itu. Karena sudah berani diperkenal kepada kedua orang tua Ida, maka wakleh mendapat berbagai kesempatan mengikuti berbagai upacara adat. Akan tetapi Wakleh tidak lah terlalu kaku mengikuti beberapa upacara adat di Bali itu, sebut saja upacara keselamatan pesta pernikahan keponakan Ratu Ida sulung itu.

Kata wakleh kepada temannya ketika pulang ke hotel tempat menginap, upacara itu lebih kurang seperti orang-orang dipedalaman Aceh juga, para kedua mamplai dimandikan dengan berbagai jenis bunga, ada juga pesijuk, ada juga bakar kemenyan sebagai ritual memohon panjang umur dan mudah rezeki. Pokoknya saya sudah pernah melihat ritual itu ketika saya dikampung dulu, kata wakleh kepada teman dari kalimatan itu.

Dengen berbekal pacaran dengan wanita pulo dewata itu, Wakleh hampir semua tempa-tempat wisata baik, dipantai Kute, atau pantai lain, sampai ke kawasan Indrapuri dan Indrajaya, Wak Leh dibawah oleh Ratu Ida, bagaikan gait 'gratis' utk Wakleh. Dalam perjalan cinta antara anak Aceh Wak Leh yang beragama Islam dengan Ratu Ida Selung putri Bali yang beragama Hindu sudah sepakat mengingkat janji sehidup dan semati untuk melanjukan pernikahan ala agama Islam.

Karena kata Wakleh, Ratu Ida sulung itu ingin keluar dari lingkaran ritual setiap pagi mengharuskan Ratu Ida itu memnyiapkan sesajian buanga atau makanan ringan ditempatkan dipingir jalan atau ditempat2 kusus lainnya. "Saya senang denga penjelasan Mas Leh, tetang budaya orang Aceh, menghormati perempuan," kata Ratu Ida kepada sang calon suaminya Muhammad Saleh, oleh Ratu memangil Mas Leh..

Janji cinta di lokasi pelatihan tetap janji. Namunpelatihan sudah memasuki hari ke 35, artinya sisa waktu tinggal 10 hari lagi. Keberhasilan Wak leh sudah kelihatan, antaralain Ratu ida sulung dari pertama berpakaian sangat minim, kini sudah mulai memakai selendang, meskipun belum mengenakan busana muslimah dengan memakai jilbab, paling tidak Ratu Ida, sudah menyakini ajaran yang ditawarkan Wak Leh bakal membuat ia lebih tenteram.

Dari sisa 10 hari lagi, kebetulan para peserta secara tidak langsung meneobatkan Wakleh 'kiayai; kecil-kecilan diarena pelatihan itu. Meskipun Wakleh kelihatannya jarang sembahnyang. Kalaupun ada ia sembahyang kelau lagi bersama Ratu mengeliling lokasi wisata.

Itu pun kalau dalam perjalanan itu ada mesjid atau surau, kalau tidak. Kata wakleh kepada Ratu Ida. "saya lagi musafir, Makas salat saya bisa saya gabungkan pada waktu samapai ditempat," jelas Wakleh kepada rekan2nya, termasuk kepada ida.

Sekarang tiba hari jumat, para peserta yang beragama Islam, ramai-ramai mengajak ikut salat jumat disalah satu desa yang manyoritas beraga Islam. Ajakan itu diterima baik oleh Wakleh. Dalam perjalanan sekitara 2 km itu, diingatkan oleh salah seorang peserta supaya membeli sandal jepit, karena dikawatirkan ada pencuri sepatu saat salat jumat. Saran iru semua setuju, termasuk Wakleh.

Sesampainya dimasjid itu waktu salat jumat hanya menunggu detik-detik diumumkan tatalaksana jumat, yaitu: siapa muazin, imam, dan kahatib jumat yang bakal berlangsung. Serta diumumkan beberapa pengumunan lainnya, seperti bantuan sedekah, dan dimintakan shalat utk beberapa almarhum dan alamahumah yang meninggal belum lama itu.

Apa yang terjadi, Wakleh yang lagi beruzuk utk segera masuk kedalam mesjid, tiba-tiab dari pengeras suara yang dipancarkan melalui laspiker diumumkan oleh petugas mesjid At-Taqwa itu......"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu.........."

Kata protokol muda itu, "Hari ini," lanjutnya lagi, "yang menjadi muazin, kita mintakan kesediaan saudara Into Gede Anek Mameh dari remaja mesjid. Imam tetap imam mesjid At-Ataqwa. Sedangkan Khatib hari ini," kata si protokol itu dengan nada tinggi, yaitu Bapak Kiaya Muhammada Saleh Peserta Pelatihan Manajemen konpfik. "Beliau adalah putra dari Aceh," kata protol itu semakin tinggi.

Wak Leh yang sedang beruzuk ditempat uzuk, memasang teling dengan penuh konsentrasi. Apakah Muhammad saleh yang diumumkan itu dia, atau orang lain. Wak Leh mulai hilang keseimbangan.... "Kepada Bapaka Kiayai Muhammada Saleh dari Aceh...... Kami persialakan mengambil tempat diatas mimbar, karena waktu sudah tiba'" begitu si protokol mengulangi pengumuman itu.

Di luar dugaan, Wak Leh mengambil sikap sempurana haluan balik kanan terus. Secara pelan-pelan setelah Wak Leh menoleh kiri kanan merasa tidak ada yang mengenal dia, lalu Wak Leh bagaikan mobil dengan tancap gas tinggi melaju meninggalkan halaman masjid At-Taqwa. Dalam waktu tidak sampai 15 menit, dari jarak 2 km dari mesjid ke hotel tempat pemondokan peserta pelatihan itu.

Wak Leh sampai ke kamar 209 itu. Sementara para teman Wak Leh yang non muslem melihat wajah Wak Leh sudah pucat dan lemah gumulai, tak ada satu orang pun berani menegur wakleh masuk ke kamar 209 dengan menjinjing sajadah ditangan kanannya.
Kenapa hal ini terjadi. Rupanya, kawan Wakleh asal dari Medan sangat kagum ke Wak leh. 

Diluar koordinasi Wakleh dan teman2 lain, si anak Medan ini pingin menjadi pahlawan dimata Wakleh, sehingga ia datang lebih cepat satu jam sebelum waktu salat jumat, menjumpai pengurus masjid, supaya kahatib hari jumat itu digeser digantikan dgn Kiayai Muhammad Saleh alias Wak Leh.

Karena menurut anak Medan itu, Wak Leh serba siap, sehingga si Anak Medan itu tidak ragu sedikitpun kepada kemapuan Wakleh. Begitulah teman2 Wakleh mengangap kemampuan agama wakleh sudah mapan karena mereka menilai ia orang Aceh.,

Tak dapat dibayangkan ketika si protokol sudah memanggil2 berulang2 Wak Leh utk Tampil sebagai khatib hari jumat itu. Namun ratusan mata terus menuleh kekiri kekanan, bahkan memutar badan milihat kebelakang. Melihat gelagat tidak menyenangkan itu, si Anak Medan tadi menghampiri sang protokol itu membisikan, "Maaf Pak. Pak Muhammad Saleh tiba2 pulang dari tengah jalan tadi, karena perutnya terus mules, karena salah makan...." bisik anak Medan itu.

"Berhubung Pak Kiayai Muhammad Saleh berhalangan. Maka khatib digantikan oleh khatib yang telah ditetapkan pada jumat lalu. Kami persialah Bapak Drs Imagede Jamlil Rawa anak gede," kata si protol itu.

Berita Wakleh lari dari tempat wuzuk ke hotel kamar 209 itu sampai ketelinga sang kekasih Wakleh. sang Ratu Ida sulung itu antara percaya atau tidak. Karena berita itu kurang mengenakan, bahkan menjadi bahan diskusi dalam pelatihan itu, Ida memberanikan diri menanyakan hal ihwal itu. 

Wak Leh pun merasa terpukul dengan peristiwa itu. Secara psikologi Wakleh sudah menjadi beban mental dengan batalnya khutbah di Masjid At-Taqwa Bali itu.

1 komentar: